Pagi yang cerah mengawali hari pertama Wati
masuk sekolah setelah dua minggu lamanyamasa liburan. Wati mengayuh sepeda dengan senyuman yang
tercetak jelas di wajah polosnya, membuat semua orang yang melihat terbawa
senang.Itu karena pada tahun ajaran baru, Wati menggunakan barang serba
baru, mulai dari sepatu, tas, seragam sekolah, peralatan tulis bahkan jepit
rambutnya pun baru. Barang-barang baru tersebut diperolehnya sebagai hadiah
dari orangtua Wati karena semester lalu ia mendapat peringkat pertama
dikelasnya.
Teng… Teng..
Waktu
menunjukkan pukul 13.00 WIB. Senyum bahagia tergambar di wajahsiswa kelas V-A, tak terkecuali Wati. “ Horeee waktunya pulang!”Sorak
mereka. Setelah berkemas, dengan cepat Wati mengambil sepedanya dan melesat
jauh menuju rumah yang berjarak satu
kilometer dari sekolahnya. Dia terbayang-bayang makanan yang akan mengisi perut kosongnya nanti.
“Assalamualaikum! Pak, Buk, Wati pulang,” ucap
Wati saat memasuki rumah. “Loh, kok gak
ada orang? Pada kemana ni?” Batin Wati saat melihat suasana rumahnya yang sepi. Kemudian ia
menuju dapur, berharap menemukan sesuatu untuk mengisi perutnya. Dan apa yang diharapakannya pun terwujud. Terdapat sebuah kotak
yang berisi nasi, sambal goreng pete, ayam bumbu bali pedas , capcay dan seiris
semangka. “sluurrrrrrrrrrp…….” Seakan air liur
Wati akan menetes.
Tanpa berpikir
panjang, ia segera melahap apa yang ada di depannya.Tonjokan
berupa nasi kotak.Tonjokan adalah sesuatu yang dibagikan oleh seseorang
yang mempunyai hajat kepada tetangga, kerabat, sanak famili, dan masyarakat di
sekitarnya. Entah itu acara pernikahan, khitanan, tahlilan, brokohan, ulang tahun, dsb. Tonjokan bisa berupa nasi beserta
lauknya, bisa juga jajanan tradisional.
“Alhamdulillah,
kenyang..”gumamnya setelah menghabiskan Tonjokan
berupa nasi kotak tadi. Dengan kondisi perut kenyang, ia berjalan menuju kamar
dan merebahkan tubuhnya. Semilir angin membuat matanya terasa berat.Tak
lama kemudian, ia pun tertidur.
***
“Nduk
Wati,
bangun Nduk bangun. Sudah jam empat lho
kamu belum mandi!”Kata ibu sambil
membangunkan Wati.
“Iya Bu,
Wati bangun,” jawab Wati dengan nada malas. Ia pun bangun sambil mengucek mataguna
memperjelas penglihatannya. Dan ternyata benar,
bayang-bayang benda memanjang ke arah timurmenunjukkan saat ini sudah sore.
Wati bangkit dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi .
Sudah menjadi kebiasaan keluarga
Wati pada sore hari yaitu bersantai bersama di bale rumah.
“Pak kok akhir-akhir ini banyak orang punya gawe ya,” kata ibu Wati seraya meletakkan teh manis di meja.
“Ya iya to Buk,wong ini kan bulan Muharram,makanya
banyak orang punya gawe di bulan baik
ini,” jawab
Bapak
Wati sambil meminum teh yang dibuat oleh istrinya.
“Pak,
tadi ada orang nganterin tonjokan
dari Pak Wanto orang desa sebelah itu lho Pak,” ujar Ibu
Wati bersamaan dengan datangnya Wati yang baru saja selesai sholat ashar.
“Nduk
sapukno bale iki ndang Cah ayu!” Suruh Ibu Wati.
“Inggih
Bu,” jawab
Wati seraya mengambil sapu di dekat pintu.
“Wah Pak, Ibu sampai bingung mau menghadiri
acara yang mana,lha wong kabeh
kenal dekat,” keluh Ibu Wati.
“Iya to Bu, tonjokan dari Bu
Ninda Hasan tadi siapa yang makan?” Tanya Bapak
Wati.
“Iya itu Ibu juga tidak tahu, Pak
berarti yang makan tonjokan itu yang
harus buwuh!”Sahut Ibu. Wati yang
mendengar itupun terkejut. “Apaaaaa?!! Aku tadi yang makan tonjokan, waduh bisa gawat ini!“ Batin
Wati.
“Sampun
resik Bu,” kata Wati yang sudah menyelesaikan tugas menyapunya.
“Ya sudah maturnuwun nggih cah ayu, Ibu
tak masuk dulu,” Ibu Wati
mengambil gelas bekas teh manis tadi.
“Bagaimana hari pertama di sekolah, Ti?”Tanya
Bapak
Wati memulai pembicaraan.
“Biasa Pak, kan belum mulai pelajaran,” jawab Wati.
Pintu gerbang rumah terbuka memperlihatkan
seorang gadis yang diketahui adalah anak pertama di keluarga Wati bernama Mbak
Nurul.
“Assalamu’alaikum
..” Mbak Nurul memberi salam kepada keduanya.
“Wa’alaikumsalam..
“ jawab Bapak
dan Wati bersamaan.
“Sudah pulang toNduk?”
“InggihPak,
saya hari ini ada kuliah siang dan sore,”
“Ya wis, ayo masuk sebentar lagi magrib.”
Terdengar sayup-sayupadzan magrib. Keluarga Wati pun bersiap untuk menunaikan ibadah sholat magrib di surau dekat rumah.Setelah
sholat, Wati tetap terngiang-ngiang perkataan ibunya
soal siapa yang makan tonjokan itu
berarti dialah yang buwuh.Buwuh pada masyarakat jawa adalah
tradisi menghadiri acara yang digelar setelah menerima tonjokan dan umumnya
juga memberikan balasan yang paling sering
berupa uang atau bahan makanan seperti:
gula,kecap,mie dan lain-lain.
“Kalau buwuh harus membawa amplop yang
didalamnya ada uang.Waduh aku dapat uang dari mana buat buwuh, kalau minta uang jajan sih belum cukup.Apalagi
bapak dan ibu sudah membelikanku banyak hadiah karena rangking satu,”
begitu pikir Wati. Dua jam berlalu,
jam dinding yang sengaja diletakkan miring itu menunjukkan pukul 21.00. Ini
sudah terlalu malam untuk Wati yang tak betah begadang apalagi melebihi jam
tidurnya yaitu jam 20.00 .
“Ahaaaaaaaa!!!!!” Wati berteriak
senang setelah mendapatkan ide cemerlang dari otaknya yang tak diragukan lagi
encernya tetapi polosnya minta ampun. Wati berjalan mendekati celengan milik ibunya yang terbuat dari tanah liat
bergambar Spongebob. Dengan mengendap-endap Wati membawa celengan itu dalam dekapan tangan mungilnya.Wati teringat ibunya yang selalu memberi makan
Spongebob dengan sisa uang belanja kedalam celengan itu.
Akhirnya dengan pertimbangan yang
telah mutlak dibuatnya, Wati memutuskan untuk memecah celengan Spongebob
kesayangan Ibu Wati. Wati membungkus celengan itu dengan kaos lalu memukulnya
dengan batu yang diambilnya dari teras rumah dan terbukalah celengan itu.
Kemudian dihitungnya ratusan uang receh dan puluhan uang lembaran yang terdapat
pada celengannya. Lalu ditaruhnya seluruh uang hasil dari memecah celengan
kedalam kaleng wadah “biskuit
mondo”
berukuran sedang.
Kukuruyuuuuuuuuuuuuukkkkkkkkkkkkkk……….
Suara ayam berkokok membangunkan
Wati dalam tidur nyenyaknya. Pagi yang mendung seperti suasana hati Wati yang
merasa bersalah untuk memecahkan celengan Ibunya.Karena kemarin
sebelum makan tonjokan tak bertanya dulu,
habislah nasi sudah menjadi bubur.
Sesampainya di sekolah, Wati duduk merenung di
bangkunya. Kemudian datanglah Indah teman sebangkunya.
“Hai Wati, kamu kok kelihatan tak semangat
sekali, ada masalah apa??” Tanya Indah
teman sebangkunya.
“ nggak ada apa-apa kok nggak usah khawatir
Ndah..”
“beneran nih padahal kemarin kamu semangat banget
beda banget sama hari ini,”
“ HmmNdah sebenarnya aku … aku …”
“Kenapa Ti ? ada apa? Gue janji akan bilang siapa-siapa kok,”
“ Kemarin sehabis pulang sekolah aku pulang lalu menemukan…..”
“Bu Liza
sudah datang ayo bersiap !!”Teriak Alif
ketua kelas V-A.
“Ya udah Ndah, nanti istirahat aku kasih tau.”
“Okee !“
(Waktu
Istirahat)
“Eh
gimana yang tadi ayo lanjutin ceritanya,Ti !“
“Itu…
aku memakan kotak tonjokan dan ibu bilang siapa yang makan berarti dia yang
harus pergi buwuh.“
“Ohh gitu aja , emang masalahnya dimana?”
“Aduhh kamu ini ya. Aku kan yang makan, berarti aku juga yang harus pergi buwuh, Indah.”
“Ahahahaha Wati kamu kok polos banget sih. Cuma itu doang?” Tanya Indah
“Bukan!! Tapi
kalau buwuh pasti harus bawa amplop dan pasti isinya uang. Jadi….??”
“Jadi
kenapa?”Tanya Indah penasaran.
“Aku
pecahin celengan Spongebob kesayanganku, dan
selepas sekolah nanti uangnya aku tukarkan ke indoapril deket rumah ” ujar Wati.
“wuahaaaahahaha sampai segitunya wahahaha “
Indah tertawa menggelegar terdengar hingga ujung sekolah.
“ssssssttt jangan keras-keras liat anak-anak
yang lain pada lihat kesini tau!” seru Wati panik . Apalagi Alif datang mendekat.
“Ti,
Indah kenapa? Kok Ketawa-ketawa ?” Tanya Alif si ketua kelas.
“Enggak,
nggak ada apa-apa kok, ya Ndah “
sangkal Wati sambil memberi kode pada Indah untuk tidak memberitahukannya pada
Alif.
“whaha.... itu
si Wati juara kelas kita dia itu hmmmtt,”
ucapan Indah terpotong akibat Wati membekap mulutnya.
“Wati mau pergi buwuh gara-gara dia yang
makan tojokannya, jadi dia mecahin celengannya buat isi amplopnya. Begitu ???” Seru
Indah yang telah bebas dari bekapan Wati.
“terserah deh!Ketawa
aja Lif gak
usah di empet, “ ujar Wati kesal.
“Nggak kok Ti, niat kamu baik buwuh pakek uang sendiri. Tapi sebaiknya
uang hasil mecahin celenganmu ditabung lagi, nanti buat biaya kita jadi manten
15 tahun lagi,“ ujar Alif dengan lantangnya tanpa keraguan sedikitpun.
“cieeeeeeecieee yang mau jadi manten
!!” Teriak
anak V-A. Suasana kelaspun menjadi riuh akibat lamaran
tidak langsungnya dari Alif. Wati
yang mendengar itu langsung speechless tak
mampu mengucapkan apa-apa.
Di teras rumah, Mbak Nurul
menyapu dengan bersenandung ria mengikuti musik yang
dia dengarkan lewat headphonenya hingga tak terndengar bunyi langkah kaki
mendekat dari dalam rumah.
“OalahNduk, kamu ini
dipanggil Ibu berkali-kali kok nggak denger !” Kata
ibu jengkel.
“Ngapunten bu, lagi dengerin music rock
hehehe..”
ujar Mbak Nurul.
“Nduk, kamu tahu celengan bentuk Spongebob
yang Ibu taruh di meja dekat dapur ?” Tanya ibu.
“Nurul nggak tahu Bu, kemarin sore waktu Nurul
ambil nasi di dapur Nurul sempat lihat masih ada. Orang Nurul masih sempat
masukin uang sisa beli sabun ke situ ko Bu.” Jawab mbak Nurul.
“La terus di mana yo wong nggak ada yang
mindah. Celengan itu mau Ibu bethok
buat biaya kamu kuliah.”
“Tanya aja Bu sama Wati, mungkin dia tahu!”
“Sudah selesai kau menyapu? “
“Sedikit lagi . Ada apa bu?”
“Ya udah, Ibu tak cari Wati semoga dia tahu.”
Ibu berjalan ke kamar Wati, namun tidak
menemukan Wati di dalam. Ketika Ibu
masuk ke kamar Wati, Ibu menemukan pecahan celengan berbentuk Spongebob
di pojok kamar Wati. Ibu Wati sontak terkejut dan marah melihat celengan Spongebobnya telah pecah dan
tidak ada satupun uang yang tersisa.
Pukul lima sore Wati belum juga pulang ke
rumah, ibu menunggu Wati dengan perasaan marah dan khawatir mengapa Wati belum
sampai di rumah. Padahal waktu pulang sekolah sejak pukul dua siang tadi. Ibu sudah
menelepon pihak sekolah dan tidak ada kegiatan yang mengharuskan siswanya
pulang melebihi jam sekolah. Perasaan khawatirnya membuat Ibu lupa akan
memarahi Wati saat ia pulang nanti.
Wati masih bingung apa yang harus ia lakukan. Wati
belum pernah buwuh dan parahnya lagi
Wati telah memecah dan mengambil uang yang selama ini telah dikumpulkan Ibu
Wati. Kemudian Wati memberanikan diri untuk pulang kerumah. Apapun resikonya
akan Ia hadapi.
Wati sampai di rumah sudah masuk waktu sholat
maghrib. Ibu yang sedari tadi menunggu pun langsung menghampiri anak bungsunya.
“Assalamu’alaikum, Wati pulang, “ salam Wati
dengan suara lirih
“Wa’alaikumsalam. Ya Allah Nduk kok bisa kamu
pulang jam segini?” Seru ibu khawatir.
“iya Bu, tadi ada kegiatan ekstra,”Jawab Wati
bohong.
“Nduk,
sejak kapan Ibu ngajari kamu berbohong? Coba ceritakan yang sebenarnya.” Kata
ibu bersabar.
Tiba-tiba wati menangis tersedu-sedu. Wati tak
bisa mengatakan apa-apa setelah berbohong pada ibunya ia merasa sangat bersalah
pada Ibunya. Ibu langsung merangkul Wati dan menenangkannya.
“Nggak apa-apa nduk, Ibu ndak marah.” Kata
ibu menenangkan Wati
“Buuu, maaf... Wati yang makan tonjokan dari
Bu Ninda, Wati juga yang mecahin celengan Ibu. Maafkan Wati bu. Huhuhu”. Jawab
Wati sesegukan.
“Nggih Nduk,wis ojo nangis meneh cup..cupp. Ayo
ceritakan pada Ibu bagaimana kejadiannya.”Ujar ibu.
“Kemarin waktu pulang sekolah Wati melihat ada
kotak tonjokan. Karena lapar, Wati langsung makan. Tapi, Ibu bilang yang
makan tonjokan itu harus buoh.
Akhirnya Wati pecah celengan Ibu untuk buoh ke mantenannya Bu Ninda. Wati
merasa bersalah makanya nggak berani pulang,”cerita Wati.
“Oalah begitu
ceritanya Nduk.Sebenarnya yang Ibu
maksud itu Mbak Nurul, bukan kamu. Makanya tanya Ibu dulu lain kali,” jawab Ibu
.
“Inggih Bu,”
jawab wati lega telah mengatakan semuanya pada Ibu.
“Ya wis ayo
masuk, sebentar lagi Bapakmu datang membawamakanan kesukaanmu.”
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya
Bapak Wati datang membawa makanan.Wati dan keluarga menyambutnya dengan senang.
Mereka langsung bergegas ke ruang makan untuk makan bersama.
0 komentar:
Posting Komentar